Narasumber : dr. Elvine Gunawan SpKj
Adiksi adalah suatu penyakit otak yang bersifat kronik. Pemulihannya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Pasien adiksi biasanya mengalami kekambuhan. Pasien kembali menggunakan napza, karena itu adalah suatu perjalanan penyakit yang kemungkinan besar akan terjadi. Hal yang perlu diperhatikan adalah perilaku kompulsif, seperti berulang mencari napza. Oleh karenanya mengapa MI begitu penting bagi mereka. Seorang konselor adiksi hendaknya menggunakan pendekatan MI dalam menghadapi pasien atau kliennya. Hal ini bisa berdampak bagi pasien dengan cara bagaimana mengontrol dirinya, bagaimana mengembalikan rasa percaya dirinya, menyadarkan pasien dan mengedukasi pasien mengenai dampak resiko dari penggunaan zatnya itu sendiri.
Tujuan dari MI itu sendiri adalah a person-centered goal-oriented approach. Pendekatannya adalah pendekatan individu. Karena setiap klien itu akan punya ciri khas masing-masing yang berbeda dengan klien yang lain. Maka dari itu untuk meningkatkan kemampuan ini terbagi menjadi 3 cara, yaitu: Mengenali masalah, Mencari cara menyelesaikan masalah, dan Memulai dan disiplin terhadap strategi berubah. MI ini sangat bergantung terhadap usaha-usaha dari kliennya.
– Mengenali masalah, mencari tau mengenai masalah apa saja yang sedang dialami atau dihadapi pasien yang muncul sejak mereka menggunakan suatu zat tersebut
– Mencari cara menyelesaikan masalah, menggali pasien dengan bertanya “selama ini kamu menyelesaikan masalahnya seperti apa?”, “selama ini ketika ada masalah, kamu menanggapinya seperti apa?”. Jawaban ini yang harus dicatat, karena catatan ini yang nantinya akan digunakan untuk mengajak pasien berkolaborasi untuk mencari cara menyelesaikan masalah.
– Memulai dan disiplin terhadap strategi berubah, ini merupakan dari hasil diskusi bersama. Jika pasiennya mau untuk melakukan MI dengan baik, buat catatan kertas lalu tulis mengenai permasalahan hidup klien apa saja, cara penyelesaiannya bagaimana, lalu setelah itu ajak pasien untuk berubah. Lalu ajarkan pasien untuk berkomitmen, karena motivasi interviewing ini sangat bergantung terhadap usaha-usaha dari kliennya. Karena inside pasien atau pilihan diri terhadap masalah itu terhadap penggunaan zat yang digunakan akan membantu pasien untuk berubah sehingga dia memiliki tahap konflik, ingin berubah atau tidak.
Lima prinsip utama yang pertama adalah empati, empati bisa kita tunjukkan dengan mendengarkan pasien seutuhnya. Jadi jika pasien berbicara, kita dengarkan, ini adalah salah satu bentuk rangkuman yang menunjukkan empati. Artinya kita hadir kita mendengarkan apa yang pasien sampaikan. Kedua adalah menyadarkan pasien apa tujuan dan nilai-nilai hidup pasien, lalu perilaku sekarang seperti apa. Ketiga berhenti berargumen, tidak berargumen dengan klien, tidak berargumen dan tidak mengkonfrontasi secara langsung jadi tidak menyerang atau tidak membuat pasien merasa terancam. Keempat, hindari pertentangan dan sesuaikan dengan kondisi pasien. Kelima adalah mengajarkan pasien untuk menjaga dirinya agar tetap optimis dan tetap sehat.
Intinya motivational interviewing adalah menghargai otonomi manusia, menghargai otonomi klien. MI adalah mengajak pasien berkolaborasi, bukan one man action, bukan dokter action atau bukan konselor action tapi passion action. Bagaimana kita berkolaborasi memanfaatkan effort pasien supaya dia bisa menjadi karya lebih baik. Kemudian menghargai otoritas pasien dan tidak mengancam, hentikan paksaan dan tingkatkan edukasi. Karena salah satu cara untuk menghilangkan stigma adalah edukasi. Salah satu cara untuk meningkatkan perilaku hidup sehat adalah edukasi. Jadi ketika melakukan konseling, kuatkan edukasi agar pasien dapat memilih untuk berhenti. Berikan pertanyaan terbuka kepada pasien, agar pasien mau bercerita tentang banyak hal kepada konselor. Jangan berikan pertanyaan tertutup yang jawabannya hanya ya dan tidak. Ketika pasien menceritakan sesuatu, berikan afirmasi pada pasien agar pasien tahu kita mendengarkannya. Merefleksikan dan merangkum apa yang pasien kemukakan. Rangkuman yang didapat akan bermanfaat untuk tahap MI selanjutnya.
Selanjutnya adalah mengajarkan pasien untuk tetap berkomitmen, pasien tetap berkomitmen untuk berubah. Lalu melakukan aktivasi bersiap-siap untuk berubah, lalu mengambil langkah untuk berubah, dan berkomitmen untuk berubah. Hal ini menjadi sangat penting untuk mengajarkan pasien agar selalu berada ditahap maintenance, karena adiksi adalah suatu penyakit yang bisa relapse atau kita harus mempersiapkan jika pasien relapse seperti apa. Tujuan akhirnya adalah “behavior change” perubahan perilaku dari yang tadinya penuh dengan resiko tadinya beresiko tinggi untuk terkena HIV dan lain-lain bisa berubah sedikit-dikit menjadi perilaku yang lebih aman. Jadi MI itu adalah suatu kolaborasi bukan suatu konfrontasi kita tidak membuat keributan tapi kita mengajak pasien berkonfrontasi. Yang kedua dalam mengevokasi atau membisiki memberikan suara-suara gaib untuk memberikan perubahan. Supaya pasien sadar bahwa “oh iya, ini sudah saatnya saya berubah.” Yang terakhir adalah kita menghargai otonomi pasien, menghargai bahwa pasien itu bisa punya hak untuk menentukan hidupnya.
Berbicara mengenai perubahan (Change Talk), kita tanyakan pada pasien “kenapa mau berubah?”, implementasi dari pembicaraan perubahan itu harus dimuai dari menguatkan komitmen pasien kalau pasien akan membuat suatu perubahan. Setelah pasien mempunyai komitmen jangan lupa untuk mengaktivasi. Jadi ingatkan pasien untuk harus selalu siap untuk mempersiapkan perubahan pasien dan setelah itu mengambil langkah yang spesifik untuk berubah, karena kalau sampai komitmen, tekad, ide, dan tidak mengajak pasien melangkah maka tidak akan ada perubahan. Maka dari itu juga dibutuhkan kalimat menguatkan perubahan, contohnya “hal yang kamu sampaikan adalah ide yang baik loh.” Jadi berikan kalimat afirmasi positif bagi pasien agar bisa menguatkan langkah pasien untuk menuju proses perubahan.
Pada intinya yang paling penting adalah kita mempersiapkan bagaimana pasien ini jika relapse, relapse itu sesuatu yang kemungkinan besar akan terjadi pada pasien dengan adiksi. Jadi kalau di awal kita berusaha menyadarkan bahwa perubahan yang pasien alami itu adalah untuk kebaikan dirimu sendiri, bahwa perubahan itu adalah sesuatu yang nyata, itu adalah memerlukan waktu, jangkanya panjang dan harus dimulai dengan langkah-langkah kecil tapi konsisten. Kita juga harus mengingatkan bahwa akan ada suatu masa dimana pasien akan merasa bahwa ini adalah resiko pasien untuk relapse. Jika pasien mengakui bahwa dirinya relapse lagi, respon yang harus diberikan jangan menghakimi pasien. Akan tetapi coba untuk bertanya dengan baik-baik seperti “kamu sudah tau dari kapan kalau kamu akan relapse lagi?”, “dari kapan kamu menyadari bahwa ada tanda kamu akan relapse?”, “bagaimana persaanmu saat relapse?”, “bagaimana perasaan orang terdekatmu saat itu?”, “apa langkah yang bisa kamu ambil untuk beradaptasi dengan tanda bahaya di masa depan?”.
Jangan lupa spirit by tadi bahwa MI itu adalah suatu bentuk terapi yang tipenya adalah menghargai otoritas pasien, menghargai otonomi pasien, sangat bergantung pada usaha pasien, dan kita disini adalah sebagai partner pasien untuk berubah. Kita bukan guru untuk pasien, kita bukan pelatih yang mengarahkan pasien harus kemana, tapi benar-benar mengajarkan pasien bahwa perubahan ini adalah sesuatu yang baik dan kamu harus kejar. Jadi fundamental principle nya adalah kita harus mengajarkan pasien mengenai mengembangkan sesuatu perbedaan yang harus dikejar. Mengerjakan pasien seperti apa bagaimana kamu harus berubah, kenapa harus kamu berubah, apasih perbedaannya. Tunjukkan empati dan pada hal yang terpenting adalah mendukung perawatan diri pasien, efikasi diri pasien sehingga dia bisa merasa ini adalah sesuatu yang harus saya lakukan untuk hidup lebih baik. Untuk komunikasi jangan lupa kuncinya adalah oars, kalau misalnya digambar itu kayak dayung. Jadi kalau misalnya kita naik sampan kalau enggak ada dayungnya tidak akan jalan proses ini. Apa yang kamu katakan pada dirimu sekarang jadi mengundang pikiran pasien untuk untuk melihat sisi yang lebih positif pada perubahan itu. Lalu lakukan afirmasi supaya pasien bisa mengenali dan mengakui hal yang baik itu akan mendukung dan menguatkan dia menjadi lebih baik jadi kita bisa kita bisa puji dia secara rasional tidak berlebihan. Karena pada pasien adiksi itu terkadang mereka seringkali membawa masalah dari masalalunya, dari keluarganya, dan ketika kita memberikan afirmasi memberikan empati secukupnya dan itu layak diterima oleh pasien, itu akan mengisi kekosongan hidup pasien. Lalu jangan lupa untuk melakukan refleksi, jadi klarifikasi mengenai apa yang pasien sampaikan. Terakhir adalah summarizing atau merangkum merefleksikan kumpulan informasi yang sudah disampaikan pasien.
Cara kita membantu pasien berpikir rasional yang pertama ialah kartu-kartu balance, yang kedua adalah ruler MI/penggaris pada MI, yang terakhir adalah mengeksplore keberhasilan pasien. Kalau pasien pernah relapse, kita tanya waktu pasien pertama relapse pernah menjalani terapi atau pernah rehab dan berhasil atau tidak, kalau sebelumnya kamu seperti apa sih kita coba tanya untuk mengingatkan pasien bahwa dia mempunyai kekuatan untuk berhenti, dia tuh punya kekuatan loh untuk berubah. Konselor yang hebat adalah konselor yang melakukan psikoterapi dengan berkala mengetahui kekurangannya apa memperbaiki dan memiliki kebaikan untuk semestanya.
Editor : Vika Nurdian Soleha